Injil Bahasa Aceh

Profesi penerjemah terkadang sangat berbahaya. Salah-salah bisa merenggut nyawa sendiri.

Di Belanda, William Tyndale dieksekusi mati karena telah menerjemahkan Alkitab kedalam bahasa Inggris pada tahun 1536. Apakah tragedi ini akan menimpa penerjemah Injil kedalam bahasa Aceh?

Global Bible Apps (FCBH) telah menerbitkan Injil dalam bahasa Aceh – Alkitab, Haba Gét, Bahasa Acèh – sekitar 2 tahun lalu.

Perusahaan dengan motto ‘Firman Tuhan untuk Setiap Orang’ juga telah menerbitkan rekaman Alkitab kedalam 1692 bahasa beserta film Injil kedalam 1200 bahasa.

Aplikasi Alkitab dalam bahasa Aceh ini hingga Oktober 2022 telah didownload lebih dari 10 ribu kali, sedangkan download keseluruhan untuk berbagai bahasa lainnya menembus angka 500 ribu lebih.

Walaupun mendapat pujian dengan nilai 4,2 dari 5 bintang, namun aplikasinya untuk bahasa Aceh hanya mendapat 1,3 bintang saja alias sangat buruk.

Apakah ketidakpuasan ini karena mutu terjemahan yang kurang baik? Saya kira bukan karena itu.

Dari 291 ulasan, 264 orang mengekspresikan kemarahan mereka dengan memberi satu bintang.

Seorang pemberi ulasan dengan akun bernama Riyadh Atjeh memberi komentar, “Orang Aceh tidak butuh ini. Memang ada Kristen di Aceh, tapi mereka menggunakan bahasa Indonesia. Memakai bahasa Aceh untuk perihal agama diluar Islam adalah penghinaan. Orang Aceh hanya memeluk Islam.”

Aplikasi yang sama untuk bahasa Bali dan bahasa Minangkabau juga mendapat ulasan buruk.

Selain Global Bible Apps, yayasan lain yang berkantor di Solo — Yayasan Lembaga SABDA — juga menerbitkan Injil dalam bahasa Aceh beserta audionya untuk yang lebih suka mendengarkan lantunan ayat-ayat Injil daripada membacanya.

Somasi MPU

Terbitnya aplikasi ini sempat menggegerkan masyarakat Aceh pada Mei 2020 lalu.

Tgk. H. Faisal Ali yang sekarang telah menjadi pimpinan MPU kepada iNews.id pada saat itu, 31 Mei 2020 mengatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Ulama — MPU Aceh — telah meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas aktor intelektual penerbit aplikasi “Kitab Suci Aceh” yang berisi terjemahan tiga kitab suci Taurat, Injil, dan Zabur dalam bahasa Aceh.

Anehnya, beberapa hari belakangan ini postingan berisi protes untuk aplikasi Injil Bahasa Aceh itu kembali beredar di berbagai group WA dan sosial media lainnya. Kecaman-kecaman pun mencuat kembali.

Apakah ini adalah cerminan ketidakpuasan masyarakat atas tiadanya upaya serius lembaga MPU sebagai pihak paling berwenang untuk menindaklanjuti masalah ini?

Lebih Khawatir?

Untuk apa pula orang-orang mengkhawatirkan terbitnya Injil dalam bahasa Aceh? Apakah ini pertanda bahwa minat masyarakat membaca literatur dalam bahasa Aceh melebihi minat membaca dalam bahasa Indonesia?

Sebenarnya pertanyaan paling penting adalah apakah memakai bahasa Aceh untuk Injil adalah haram? Jika haram kenapa MPU tidak mengeluarkan fatwa haram?

Saya setuju dengan Riyadh Atjeh yang mengatakan bahwa memakai bahasa Aceh untuk perihal agama diluar Islam adalah penghinaan. Penghinaan budaya dan adat yang paling keji adalah penghinaan kepada bahasa, lebih parah daripada penghinaan terhadap resep masakan: rendang babi.

Jika itu masalahnya tentu ini adalah urusan Majelis Adat Aceh.

Halo MAA?

BACA JUGA:  Moritza Thaher dan M. Y. Bombang Memperkenalkan Hikayat Aceh bagi Milenial Melalui Musik EDM