Tampak ada kemiripan antara musikalisasi puisi dengan seni tradisi di beberapa daerah di Indonesia, misalnya syair Aceh (terutama Gayo)
Sekilas Tentang Musikalisasi Puisi
Selain ilustrasi puisi, visualisasi puisi dan dramatisasi puisi, dalam genre baru seni pertunjukan yang berbahandasarkan puisi dikenal pula terminologi musikalisasi puisi. Ihwal pemunculan musikalisasi puisi di Indonesia tidak diketahui secara jelas. Jika ditinjau pada akar tradisi di Indonesia, secara konsep pertunjukan tampak ada kemiripan antara musikalisasi puisi dengan seni tradisi di beberapa daerah di Indonesia, misalnya syair Aceh (terutama Gayo).
Kendati demikian, upaya pemusikalisasian puisi terhadap puisi modern Indonesia sesungguhnya baru dilakukan pada permulaan tahun 1970. Ketika itu, sejumlah puisi karya Taufik Ismail berhasil digubah kelompok musik Bimbo menjadi lagu. Bahkan, lagu-lagu yang diusung Bimbo tersebut menuai sukses di dunia perkasetan Indonesia saat itu. Masa berikutnya, pemusikalisasian puisi seperti yang dilakukan Bimbo diikuti oleh sejumlah musisi di Tanah Air, diantaranya: Ebiet G. Ade, Untung Basuki, Ulli Sigar Rusady, Leo Kristi, Franky Sahilatua, Emha Ainun Nadjib, dan Iwan Fals.
Program Andalan
Seiring waktu, upaya pemusikalisasian puisi-puisi penyair Indonesia ternyata mendapat perhatian yang sungguh menggembirakan dari para musisi dan peminat sastra di Indonesia. Dari kreativitas pemusikalisasian puisi itu kemudian mencuat bermacam istilah, seperti: lagu puisi, puisi bernyanyi, puisi bunyi, musik puisi, musik sastra, musik kreatif, dan musikalisasi puisi.
Menurut H. Freddy Arsie (Pendiri Deavies Sanggar Matahari, Jakarta), mula berkembangnya kegiatan musikalisasi puisi yakni sekira tahun 1990. Ketika itu, untuk pertama kalinya digelar festival musikalisasi puisi yang diselenggarakan Pusat Bahasa (sekarang Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa). Musikalisasi puisi merupakan salah satu program andalan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, yang sampai saat ini rutin dilaksanakan setiap tahun, baik melalui agenda bengkel sastra maupun festival. Bahkan, untuk tingkat regional se-Sumatra, sejak tahun 2006 berlangsung festival musikalisasi puisi tingkat SLTA yang diselenggarakan secara bergiliran oleh Balai/Kantor Bahasa se-Sumatra .
Selain Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa serta Balai/Kantor Bahasa, kegiatan berupa pelatihan dan festival musikalisasi puisi juga mulai dilaksanakan oleh berbagai institusi, lembaga, sanggar, dan sekolah. Karena itu, tidak mengherankan jika aktivitas musikalisasi puisi mulai banyak digeluti masyarakat, terutama generasi muda.
Musikalisasi Puisi, Bukan?
Sekalipun sudah memasyarakat, namun ternyata masih ada juga yang menyalahpahami tentang konsep musikalisasi puisi. Walhasil, yang ditampilkan peserta dalam festival bukan pertunjukan musikalisasi puisi, melainkan dramatisasi puisi atau ilustrasi puisi. Dalam asumsi mereka, musikalisasi puisi merupakan pertunjukan yang diwarnai adegan teaterikal. Sehingga ketika tampil, ada beberapa bagian dari puisi tersebut yang divisualkan secara dramatik.
Di samping itu, ada juga yang beranggapan bahwa musikalisasi merupakan pertunjukan membaca puisi yang diiringi dengan musik. Padahal, musikalisasi puisi bertitik tolak dari puisi yang kemudian dinyanyikan. Bahkan, tidak sedikit yang terjebak dan keasyikan bermain musik sehingga warna puisinya terabaikan. Mereka pun terjebak dalam puisi yang dilagukan sehingga yang dihadirkan justru lagu. Padahal, dalam musikalisasi puisi warna puisinya masih tetap kental dan kentara, apalagi ketika dibacakan atau dideklamasikan. Secara konseptual, sesungguhnya musikalisasi puisi merupakan puisi yang dinyanyikan yang di dalamnya juga terdapat unsur musik dan pembacaan puisi atau deklamasi.
Eksplorasi Bunyi
Berpijak dari realitas di atas, dapat dimaklumi bahwa untuk menciptakan karya musikalisasi puisi bukan pekerjaan yang gampang. Bukan sekadar memilih puisi dan mengisi melodi musiknya, akan tetapi dibutuhkan pemahaman yang jelas terhadap puisi yang dipilih dan warna musik yang mendukung suasana puisi tersebut. Warna Musik yang disajikan dalam pertunjukan musikalisasi puisi boleh mengangkat jenis musik apa saja, misalnya: rock, blues, reggae, atau balada.
Demikian juga dengan alat musik yang digunakan dalam musikalisasi puisi, tidak ada ketentuan yang mensyaratkannya harus menggunakan alat musik modern seperti: gitar, biola, seruling, tamborin, atau berbagai alat musik tradisional lainnya. Karena itu, apapun yang menghasilkan bunyi dapat digunakan dalam musikalisasi puisi, umpamanya: ember, bambu, botol, plastik, galon minuman mineral, buah saga, biji kacang hijau, dan kaleng-kaleng.
Untuk menghasilkan karya musikalisasi puisi yang baik, harmonisasi maksimal dari berbagai elemen perlu diperhatikan. Jangan sampai sebuah puisi akhirnya justru “dirusak” oleh musikalitasnya sendiri.