Adaptasi

“Kalau mau dijadikan lagu, maka naskah puisimu harus di ADAPTASI dulu,” begitu Saya bilang sama ‘bang gaes’ Mai Munzir.

Tentu saja kata ‘adaptasi’ yang saya maksud tidak sama artinya dengan kata ‘adaptasi’ yang diucapkan pejabat Pemerintahan Aceh untuk lembu-lembu kelaparan itu.

Minggu malam, 31 Mei 2020, Saya dan Munzir janji bertemu di studio saya di Sekolah Musik Moritza, Banda Aceh.

Kami berdiskusi tentang kolaborasi berikutnya untuk lagu yang akan dia nyanyikan.

Pada salah satu poin diskusi dimalam itu saya bilang, ada satu hal yang sering terlupakan oleh orang yang ingin mengubah puisi menjadi lagu, ADAPTASI.

Dari raut wajahnya bisa tertebak Munzir tidak setuju dengan pernyataan saya.

“Kecuali si penyair meniatkan puisinya untuk dijadikan lagu sebelum dia menuliskan kalimat pertamanya,” lanjut saya sebelum dia sempat protes.

“Kalau begitu, berarti si penyair tadi bukan menulis puisi dong bang, yang dia tulis itu lirik lagu namanya,” timpal Munzir.

“Ya, itu dia!”

“Sama seperti menulis ulang novel menjadi naskah film, puisi harus ditulis ulang untuk menjadikannya lirik lagu,” tuntas Saya.

BACA JUGA:  Apache 13 Ingin Mempertahankan Nuansa yang Sama di Album Baru ‘Utang Jeulamee’