Antara Jaroe Dua Blah dan Serampang Dua Belas

Ada beberapa cara untuk menjadi inovatif. ‘Jurus’ dari trumpeter Clark Terry ternyata ampuh. Drummer Aceh ini menerapkannya pada tari Serampang Dua Belas.

Satu Lusin

Dalam bahasa Aceh, jaroe artinya tangan. Sedangkan dua blah mempunyai dua arti, sepasang dan dua belas. Jadi arti yang tepat untuk Jaroe Dua Blah pastilah sepasang tangan. Mana pula cocok artinya ‘tangan dua belas’.

Bagi Saya dan Maiwansyah, juga Teuku Mahfud, Jaroe Dua Blah adalah frasa istimewa. Kami ingin memakainya sebagai judul lagu. Satu hal lagi, kami ingin mengait-ngaitkan Jaroe Dua Blah dengan angka dua belas tadi.

Lalu teringatlah pada tarian orang Melayu dari Sumatera Utara, ‘Serampang Dua Belas’, yang diciptakan oleh Sauti pada tahun 30-an. Dua belas ragam gerakan yang membentuknya menjadi alasan mengapa tarian ini dinamakan begitu.

Serampang Dua Belas

“Aha, beri saya waktu untuk meng-imitate, meng-assimilate dan meng-innovate, irama gendang dari tarian Serampang Dua Belas ini.” ujar Teuku Mahfud, drummer kami. Tiga istilah tadi dikutipnya dari perkataan trumpeter Clark Terry.

Saya pikir dia hanya bercanda. Nyatanya irama gendang lagu Pulau Sari yang mengiringi tarian Serampang Dua Belas benar-benar ditekuninya. Sepekan kemudian saya begitu surprise. Itu terjadi ketika Teuku Mahfud memperdengarkan rhythm hasil inovasinya.

Jujur, sebelum-sebelumnya saya belum pernah mendengarkan beat seperti yang dimainkan oleh Teuku Mahfud. Dia berhasil memadukan teknik Spang-a-Lang pada ride cymbal dengan menambahkan clave pattern dengan teknik cross stick pada snare drum dalam birama 6/8. Huh, sangat jargonistik! Tapi anda bisa mendengar hasil ketekunannya di tautan ini Jaroe Dua Blah.

Bersama Maiwansyah yang menyempurnakan detil rhythm section-nya, frasa yang telah ratusan kali kami dengar akhirnya berhasil menjadi sebuah ‘lagu Aceh’ Jaroe Dua Blah. Lagu ini kami tampilkan pertama kali di Asean Jazz Festival ke 6 di Batam, September 2013 lalu.

Mop Mop Hikayat Aceh

Mop-Mop Syeh Gani

Bertiga, kami menonton seni Mop-mop pada acara Kemah Seniman IV di Jantho, September 2015 lalu. Bagi saya Mop-mop tidaklah asing. Apalagi yang tampil tersebut adalah grup Meurak Jeumpa Aceh. Semasa kecil saya beberapa kali menonton penampilan mereka di lapangan bola kaki persis depan rumah saya di Krueng Geukueh, Aceh Utara.

Dua minggu setelah acara di Jantho, Syeh Gani, pimpinan group Mop-mop tersebut meninggal dunia. Teuku Mahfud yang dagunya terjatuh saat menonton Syeh Gani di Kemah Seniman sangat berduka. Selang seminggu di Sekolah Musik Moritza tempat kami mengajar, Dia mengutarakan maksud untuk memberi apresiasi pada seni Mop-mop.

“Aha, beri saya waktu untuk meng-imitate, meng-assimilate dan meng-innovate, seni Mop-mop dari Aceh Utara ini.” ujar Teuku Mahfud, drummer kami.

Sejak keseriusannya terhadap tarian Serampang Dua Belas, kali ini saya tak lagi menganggap ucapannya sebagai candaan.

BACA JUGA:  Apache 13 Ingin Mempertahankan Nuansa yang Sama di Album Baru ‘Utang Jeulamee’